CINTA PILAR UKHUWAH

 

 

Salah satu nilai kemanusiaan yang ditekankan dalam Islam adalah ukhuwah. Yang dimaksud dengan ukhuwah adalah manusia hidup itu hendaknya saling mencintai, saling memperkuat, sehingga benar-benar terasa bahwa kekuatan saudara adalah kekuatan saudara adalah kekuatannya dan kelemahan saudara adalah kelemahannya. Dan bahwa ia merasa kecil (tak berarti) bila sendiai dan dan dia akan merasa banayak (bernilai) manakala bersama-sama saudaranya.

Menurut Al Qur’an, hidup bersama itu merupakan kenikmatan terbesar, seperti firman-Nya: “Dan ingatlah akan kenikmatan Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (Ali Imran: 103).

Al Qur’an juga menjadikan persaudaraan dalam bermasyarakat dia natara orang-orang mukmin sebagai konsekuensi keimanan yang tidak dapat terpisah satu dengan lainnya di antara keduanya, seperti tercantum di alam firman Allah: “Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara….”(Al Hujurat: 10).

Ukhuwah Diniyah (Islamiyah) persaudaraan yang berdasarkan karena persamnaan millah (agama), bersatu dalam aqidah yaitu mentauhidkan Allah dan menjadikan Ka’bah di baitul haram sebagai kiblat. Terikat oleh satu kitab yaitu Al Qur’an dan satu manhaj yaitu syari’at Islam.

Unsur yang pokok dalam ukhuwah diantaranya adalah mahabbah (kecintaan0, karena tanpa cinta yang ada hanyalah permusuhan dan saling membenci yang akan menceraiberaikan, sehingga persaudaraan tak mungkin terjalin. Mahabbah memiliki 3 tingkatan, yaitu shalamatush shadr, rasa cinta, dan itsar.

Shalamatush shard adalah bersihnya hati dari hasut, membenci dengki, dan sebab-sebab permusuhan dan pertengkaran. Al Qur’an memnganggap permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan oleh Allah terhadap orang-orang yang kufur terhadap risalah-Nya dan menyimpang dari ayat-ayat-Nya, sebagaimana firman allah SWT: “Dan diantara orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani, telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan.” (Al Maidah: 14).

  Tingkatan yang lebih tinggi dari shalamatush shard adalah tingkatan yang diungkapkan dalam hadits shahih sebagai berikut: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Mutafaqun ‘Alaih). Dengan demikian ia membenci segala sesuatu yang menimpa atas saudaranya sebagaimana ia membenci sesuatu yang menimpa dirinya sendiri. Jika ia senang memperoleh kemakmuran hidup maka ia juga menginginkan itu terhadap orang lain. Dan jika ia ingin anak-anaknnya menjadi cerdas, maka ia uga menginginkanhal yang sama untuk orang lain.

Tingkatan cinta yang lebih tinggi yaitu itsar. Itsar adalah mendahulukan kepentingan saudaranya atas dirinya sendiri dalam segala sesuatu yang ia cintai. Ia rela lapar demi mengenyangkan saudarayna, rela haus untuk menyegarkan saudaranya, berjaga demi menidurkan saudaranya, ia bersungguh-sungguh mengistirahatkan saudaranya, bahkan ia rela ditembus peluru dadanya untuk menebus saudaranya.

Al Qur’an telah mengemukakan kepada kita gambaran yang terang tentang masyarakat Islam di Madinah yang di dalamnya nampak makna itsar dan pengorbanan, tidak pelit dan tidak bakhil. Allah berfirman; “Orang-orang yang telah menempati kota Madinah, dan telah beriman (Anshar) sebselum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, meraka itulah orang-orang yang beruntung. (Al Hasyr; 9).

Di dalam hadits kita juga menemukan gambaran yang lain sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa Sa’ad bin Rabbi’ telah menawarkan kepada Abdurrahman bin Auf setelah keduanya dipersaudarakan oleh Nabi SAW untuk bersedia diberi separuh dari hartanya, salah satu dari rumahnya, dan salah satu dari istrinya untuk dicerai lalu disuruh menikahinya. Maka Abdurrahman bin Auf berkata kepada Sa’ad bin Rabbi’: “Semoga Allah memberkati keluargamu, semoga Allah memberkati rumahmu, dan semoga Allah memberkati hartamu, sesungguhnya aku adalah seorang pedagang, untuk itu tunjukilah aku di mana pasar.” Inilah gambaran itsar yang langka dan hampir tidak akan kita dapatkan di masa kini, yang kemudian dibalas dengan sikap ‘iffah (kehati-hatian) yang mulia dan bijaksana.

Islam menginginkan dengan sangat agar ukhuwah dan mahabbah di antara manusia seluruhnya. Yaitu bisa merata di kalangan bangsa-bangsa antara sebagian dengan sebagian yang lain. Yang tidak dipecah belah oleh perbedaan unsur, warna kulit, bahasam dan iklim atau negara.    

 

Yusuf Qardhawi


 

 

<<<  back to ISHLAH