Mimpi Seekor "Phoenix" Kecil


Tengah malam ini aku baru saja terbangun dari mimpi indah-ku. Mimpi yang mungkin paradoksial dengan kenyataan yang ada. Mimpi tentang sistem pendidikan Indonesia yang benar-benar berbeda dengan sistem pendidikan yang ada sekarang. Di sana aku belajar tidak sekedar untuk menjadi sekrup-sekrup pelengkap sebuah mesin kapitalisme. Di sana aku belajar bagaimana untuk hidup dan memaknai kehidupanku, memaknai diriku sebagai seorang manusia.

Di dalam mimpiku itu aku belajar di sebuah sekolah di lereng gunung dan tinggal di situ untuk sementara waktu demi mengasah serpihan matahari di dalam dadaku. Setiap shubuh hari aku bangun dengan kesadaranku sendiri untuk menunaikan shalat jama'ah shubuh di masjid dekat rumah. Setiap pagi dapat kuhirup udara segar pedesaan , kudengar kicauan burung yang bersahut-sahutan dan kupandang indahnya panorama pegunungan, hijaunya sawah yang terhampar serta awan-awan yang berarak dibawah birunya langit yang cerah. Lalu setelah berkemas, kuambil sepedaku untuk berangkat ke sekolah. Sepanjang perjalanan dapat kurasakan hangatnya rasa kekeluargaan dengan penduduk sekitar. Kami saling memberi salam dan bertegur sapa. Akh, betapa indahnya.

Sekolahku letaknya tidak jauh dari pondokanku. Ya.. kira-kira 10 menit perjalanan dengan kecepatan sedang. Setiap hari aku datang di sekolahku kurang lebih pukul 06.15. Dan pelajaran dimulai pukul 06.45. Di sekolahku tidak ada siswa yang terlambat karena mereka semua sadar bahwa datang tepat waktu adalah kebutuhan dan kewajibannya. Tidak ada siswa yang tidak mau menjaga kebersihan karena mereka semua sadar bahwa itu adalah kebutuhan dan tenggung jawab mereka untuk menjaga kebersihan lingkungannya. Tidak ada siswa yang ribut sendiri ketika guru sedang menerangkan karena mereka semua sadar bahwa itu adalah kebutuhannya dan memang sudah seharusnya mereka menghormati orang lain yang sedang berbicara apalagi orang yang sedang memberikan ilmu padanya. Mereka tidak banyak berbicara, banyak berpikir dan berbuat sesuatu yang bermanfaat. Dan kebanyakan dari mereka juga suka bermain, bercanda dan bercerita namun mereka tahu kapan harus rileks dan kapan harus serius.

Materi yang diberikan di sekolahku tidak terlalu padat namun cukup memberi bekal setiap siswanya untuk terjun dalam kehidupan masyarakat. Dan setiap siswa memiliki kebebasan untuk menentukan 'nasib'-nya sendiri. Sehingga yang ada adalah kesadaran untuk selalu belajar dan belajar, mengembangkan semua potensi yang terpendam di dalam dirinya dan menyalakan serpihan matahari yang ada di dalam dada mereka. Dan di dalam kurikulum sekolah terdapat keseimbangan antara pemberian kemampuan akademis, fisik dan kemampuan survival untuk hidup dalam masyarakat.

Kemudian, biaya sekolahnya disesuaikan dengan kemampuan setiap siswa. Bagi siswa yang kaya dikenakan biaya yang cukup tinggi namun proporsional. Dan bagi yang kurang mampu dikenakan biaya yang tidak memberatkan siswa didik tersebut. Bahkan jika ada siswa didik yang berbakat namun tidak mampu dia dibebaskan dari biaya sekolah. Ini adalah sistem subsidi silang yang diterapkan oleh sekolahku untuk menjembatani jurang kaya-miskin. Dan semua siswa di sekolahku sadar sepenuhnya bahwa mereka adalah teman seperjuangan dan saudara dalam sedih dan senang.

Lalu, di tingkat II ada sebuah ekstra kurikuler wajib . Judulnya ekskul produktif. Di dalamnya terdapat pilihan mata pelajaran cocok tanam, perbengkelan, seni dan kreasi serta divisi enterpreneur. Hasil karya siswa tingkat II ini dapat menghasilkan uang untuk menutupi kekurangan-kekurangan biaya operasional seperti biaya praktikum, biaya sewa internet dan lain lain. Setiap siswa kelas II mengikutinya dengan perasaan ikhlas dan gembira karena mereka sadar sepenuhnya bahwa hasil yang mereka capai akan dikembalikan kepada mereka sendiri. Dan pada setiap akhir bulan, mereka mendapat laporan keuangan dari hasil pendapatan mereka. Jika masih ada sisa uang yang cukup besar akan dibagikan kepada siswa sesuai prinsip keadilan dan keseimbangan ( tawazun ). Jadi tidak ada siswa yang merasa dirugikan.

Kami senang belajar di sekolah ini. Karena guru-guru kami adalah guru-guru yang berkualitas. Mereka tidak sekedar mengajarkan ilmu tetapi juga mengajarkan akhlak. Dan mereka adalah orang-orang yang konsekuen. Ketika mereka mengajarkan untuk berbuat baik, maka mereka sendiri telah terbiasa berbuat baik. Jadi kami punya figur yang benar-benar dapat digugu dan ditiru.

Dan yang paling berkesan di benakku, di sekolah ini ditanamkan pada hati setiap muridnya prinsip berikut :

Ma'rifat adalah modalku, akal pikiran sumber agamaku, cinta adalah dasar hidupku, rindu kendaraanku, berdzikir kepada Allah adalah kawan dekatku, keteguhan perbendaharaanku, duka adalah temanku, ilmu adalah senjataku, ketabahan adalah pakaianku, kerelaan sasaranku, faqr adalah kebanggaanku, menahan diri adalah pekerjaanku, keyakinan makananku, kejujuran perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad perangaiku dan hiburanku adalah dalam shalat.

Akh, betapa indah mimpiku, sayang itu hanya mimpi. Tapi Insya Allah, pada suatu hari nanti mimpiku ini dapat menjadi kenyataan. Amin.

Jazakumullahi khairan.

 

Yogyakarta, February 15, 2000 ( 03.38 PM )

This dream is specially dedicated to 'someone out there'

Thanks for all strength and spirit that you've given to me

 

<<< Back to Bulletin Page