Saudaraku, BERSATULAH
Walid
bin Malik naik tahta di Damaskus pada tahun 705 M sebagai khalifah bani Umayyah yang mampu
menciptakan kebesaran dan kemakmuran bagi negaranya. Kala itu kekuasaan umat Islam telah
menjangkau Afrika Utara, yang berhasil direbutnya dari tangan kekaisaran Romawi. Oleh
Walid, Musa bin Nusair diangkat menjadi gubernur Afrika Utara, menggantikan pejabat
sebelumnya, Hasan bin Nukman.
Ternyata pilihan Walid itu sangat tepat. Musa memerintah Afrika Utara dengan penuh
kebijaksanaan, sehingga tanpa membedakan
keturunan dan agamanya, masyarakat berusaha keras membangun kawasan itu sebagai surga
perlindungan bagi kaum tertindas. Banyak orang Yahudi yang dikejae-kejar di Jazirah
Spanyol, lari ke Afrika Utara dan diterima dengan ramah. Berita itu mengundang pengungsi
lain yang merasa terancam jiwa dan agamanya oleh raja Spanyol, Roderick. Bahkan Uskup
Coppas, tangan kanan Roderick, mengirimkan kemenakannya, Julian, untuk menghubungi
penguasa Afrika Utara agar membebaskan Spanyol dari kelaliman sang raja.
Kesempatan
ini tidak disia-siakan. Atas persetujuan khalifah Walid, pada 710 M Musa memerintahkan
salah seorang jenderalnya, Thariq bin Ziyad, untuk membebaskan negara tetangganya yang
hanya terpisah oleh sebuah selat kecil dari tangan Roderick. Tanggal 30 April 710 M Thariq
dapat mendarat bersama tentaranya di Calpe dengan selamat. Untuk mengenang jasanya, nama
Calpe diubah menjadi jabal Tariq yang kemudian dikenal dengan sebutan Gibraltar. Karena
ekspedisi militer itu hanya dilengkapi empat buah kapal perang, terpaksa 12.000 tentaranya
diseberangkan bolak-balik.
Setelah serdadu terakhirnya menjejakkan kaki di Gibraltar, Tharik mengeluarkan
perintah yang sangat menggemparkan sejarah. Bakar keempat kapal itu sampai
musnah, perintahnya. Lalu di puncak bukit, jenderal belia itu berpidato kepada
segemap anak buahnya, Wahai saudara-saudaraku seiman. Saksikanlah kapal-kapalmu
sudah menjadi tumpukan menunggu 100.000 tentara Roderick. Kalian boleh pilih salah satu:
Melarikan diri, tetapi terbenam dalam lautan sebagai pengecut, atau maju ke depan
menghadapi mereka. Mungkin kalian bakal terinjak-injak sepatu musuh dsan terlumat-lumat
dimakan keganasan perang, namun kalian gugur sebagai syhada. Surga yang indah telah
tersedia bagi kalian. Selamat berjuang. Tuhan bersama kita. Allahu Akbar.
Kedua pasukan yang berseteru itu berbaku bunuh di lembah Wadi Lakho. Tujuh hari
tujuh malam pekik pertarungan berkumandang di angkasa sampai akhirnya perlawanan yang
hebat berkecamuk di tepi sungai Guadelate. Di situlah Uskup Coppas dan para pengikutnya
meneberang ke pihak tentara Islam yang sudah berada di ambang kemenangan. Raja Roderick
tewas tenggelam ketika berusaha melarikan diri. Dan sejak itu, satu demi satu wilayah
Spanyol diduduki kaum muslimin, yang diterima rakyat negeri itu sebagai tentara
pembebasan, bukan penjarah.
Menurut para ahli sejarah, Andalusia (Spanyol) belum pernah diperintah dengan
lembut, adil, dan bijaksana seperti oleh para penakluknya bangsa Arab.
Toleransi diberikan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Tidak ada yang
diberlakukan dengan lalim hanya karena keyakinannya. Setiap lelaki, perempuan, bahkan
anak-anak bebas menganut agama yang dipilihnya. Rakyat muslimin harus membayar zakat,
penduduk non-Islam hanya membayar jizyah, yang terkadang jumlah nominalnya jauh lebih
kecil. Semua budak dan hamba sahaya dimerdekakan dari tuannya. Perniagaan dikembangkan.
Pertanian ditingkatkan dengan system pengairan yang memadai. Sementara itu, tuan-tuan
tanah dicabut hak-haknya sehingga tidak ada lagi yang menguasai lahan secara berlebihan.
Dalam pada itu, dari dinasti yang sama, salah seorang gubernurnya , Hajjaj bin
Yusuf, kelahiran Thaif, tanah Hijaz, telah berhasil mengamankan Irak, Yaman, dan Yamamah
dengan gemilang.
Untuk itu ia menghunus pedangnya di Kufah dan basrah. Tidak ada kepala yang terlalu
berkuasa untuk dihancurkan. Tidak ada leher yang
terlalu tinggi untuk dihabisi. Bahkan Anas bin Malik, seorang sahabat nabi ternama, tidak
terbebas dari hukuman keji atas tuduhan bersimpati kepada oposisi. Seratus duapuluh ribu
jiwa, semuanya umat Islam, hanya karena berbeda pandangan politik, keturunan, atau
sektenya yang telah menjadi korbannya. Dengan demikian, ia hanya bisa disejajarkan dengan
kaisar Nero yang menyulut tubuh-tubuh musuhnya untuk menerangi kota Roma pada malam hari.
Sungguh menyedihkan. Dan apakah tragedy itu layak tyerulang kembali? Tatkala umat
Islam dengan mesra dapat bergandengan tangan dengan pemeluk-pemeluk agama lain, pantaskah
pada saat itu umat Islam saling menuduh kafir kepada saudaranya sendiri?
Allah berfirman dalam surat Al Hujurat:
Sesungguhnya orang-orang seiman itu bersaudara, maka berbaik-baiklah kamu
dengan sesama saudaramu, dan takutlah kamu kepada Allah. Semoga kalian dirahmati.
(Q.S Al Hujurat: 10).
Dan
pada surat al Hujurat juga, pada ayat 12, Allah memperingatkan:
Janganlah sebagian kamu mengumpat sebagian lainnya. Apakah kamu suka menyantap daging saudaramu yang sudah meninggal? (Q.S Al Hujurat: 12)
[K.H Abdurrohman Arroisi, p 9-12]